Selasa, 31 Oktober 2017

Sejarah serangan jepang ke pearl harbor


Seperti yang kita semua ketahui, penyerangan ini dilakukan oleh Jepang karena mereka "tidak terima" dengan adanya embargo minyak dan perdagangan oleh Amerika Serikat. Serangan inilah yang membuat Perang Dunia Kedua menjadi "lebih terbuka" dan membuat Amerika terjun langsung ke Perang Dunia Kedua.

Sebelum masuk, kita liat dulu tujuan penyerangan ini. Tujuan serangan Pearl Harbor adalah untuk melumpuhkan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pasifik, walaupun hanya untuk sementara. Laksamana Isoroku Yamamoto sendiri menyatakan bahwa serangan yang berhasil sekalipun hanya memberikan setahun sampai dua tahun kebebasan bertindak. Jepang telah terlibat dalam perperangan dengan Cina selama beberapa tahun (bermula pada tahun 1937) dan telah merampas Manchuria beberapa tahun sebelumnya.

Pada tanggal 26 November 1941, sebuah armada Jepang yang terdiri dari enam kapal induk, dua kapal tempur, dua penjelajah berat, satu penjelajah ringan, sembilan perusak, dan delapan tanker bergerak meninggalkan Teluk Hitokappu di Kepulauan Kuril. Armada yang dipimpin oleh Vice Admiral Chūichi Nagumo tersebut berlayar menuju Pearl Harbor tanpa melakukan hubungan radio apapun (radio silence).

Minggu pagi, 7 Desember 1941, serangan dimulai sekitar pukul 07:38 pagi waktu Hawaii. Pangkalan AL Amerika Serikat di Pearl Harbor diserang oleh 353 pesawat tempur, pesawat pembom, dan pesawat torpedo dari AL Jepang dalam 2 gelombang serangan, yang diberangkatkan dari 6 kapal induk, yaitu :

1. Divisi Induk 1 (Kaga dan Akagi)
2. Divisi Induk 2 (Hiryu dan Soryu)
3. Divisi Induk 5 (Shokaku dan Zuikaku)

Hampir semua pesawat terbang Amerika dimusnahkan di atas tanah, hanya beberapa yang berhasil lolos dan bertempur. 12 kapal perang dan kapal lain ditenggelamkan atau rusak, 188 pesawat tempur dimusnahkan, dan 2.403 orang Amerika kehilangan nyawa mereka. Kapal perang USS Arizona meledak dan tenggelam menyebabkan 1.100 orang kehilangan jiwa, hampir separuh dari jumlah korban Amerika yang mati. Bangkai USS Arizona diabadikan menjadi tugu peringatan kepada mereka yang tewas pada hari itu, kebanyakan dari mereka terkubur di dalam kapal tersebut, dengan kata lain, mereka gak bisa keluar dari kapal karena kapalnya tenggelam dalam posisi terbalik [Butuh rujukan]

Lalu, sebenarnya apa tujuan Jepang menyerang Pearl Harbor? Untuk melakukan 'tindakan preventif' agar Angkatan Laut Amerika Serikat tidak "mengganggu" operasi-operasi yang direncanakan Jepang di Asia Tenggara.

Dari serangan yang dilakukan ini, tercatat 8 kapal tempur rusak dan 4 diantaranya tenggelam. Seluruh kapal yang rusak (dan tenggelam) ini kemudian diangkat dan diperbaiki dan kembali ke pelayaran dan "dorama" Perang Pasifik, kecuali USS Arizona. Jepang juga menenggelamkan dan merusak 3 kapal penjelajah, 3 kapal perusak, 1 kapal latih anti pesawat, dan 1 kapal penyebar ranjau. Serangan ini juga mengakibatkan 188 pesawat terbang Amerika Serikat rusak dan hancur, serta mengakibatkan korban jiwa sebanyak 2.403 korban meninggal dan 1.178 korban luka. Namun, dari begitu banyaknya kerusakan yang ditimbulkan, sejumlah fasilitas penting yang ada di Pearl Harbor (seperti pembangkit listrik, tempat penyimpanan minyak, galangan, ruangan penyimpanan torpedo, dan kantor markas) tidak di hancurkan. Entah apakah karena Chūichi Nagumo terlalu puas dengan serangannya atau apa, yang pasti kebanyakan instalasi yang ada disana gak rusak.

Di sisi lain, Jepang "hanya" kehilangan 29 pesawat, 5 kapal Midget Submarine, dan 65 personel. Selain itu tercatat 1 pelaut AL Jepang, yaitu Kazuo Sakamaki, tertangkap oleh pihak AS setelah Midget Submarine-nya menabrak terumbu karang dan tak bisa lagi digunakan (dan dia pun terdampar, dan kemudian ditangkap dan dijadikan tawanan perang pertama pada saat Perang Pasifik)

Setelah peristiwa ini, Jepang baru menyatakan perang kepada Amerika Serikat dan memulai kampanye militernya di Asia-Pasifik Raya. Serangan ini mengawali keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Pasifik.

Bagaimanapun, dalam jangka masa panjang, Pearl Harbor merupakan malapetaka strategis bagi Jepang. Malah Laksamana Isoroku Yamamoto (panutanque), yang mencetuskan ide untuk menyerang Pearl Harbor, telah meramalkan bahwa sungguhpun dengan kejayaan menyerang Angkatan Laut Amerika Serikat, Jepang tidak akan mampu memenangkan peperangan dengan Amerika Serikat, sebab kemampuan pengeluaran Amerika terlalu besar. Salah satu tujuan Jepang adalah untuk memusnahkan tiga kapal induk Amerika Serikat yang diletakkan di Pasifik, tetapi sedang tiada ketika serangan terjadi — Enterprise dalam perjalanan pulang, Lexington telah berlayar keluar beberapa hari sebelumnya, dan Saratoga berada di San Diego selepas pengubah-suaian di Galangan Angkatan Laut Puget Sound. Sialnya, ketiga "Main Objective" ini malah berpartisipasi dalam banyak pertempuran di Pasifik. Suatu ketidak-beruntungan karena tidak menenggelamkan kapal-kapal ini (Enterprise, Lexington, Saratoga) tetapi sungguhpun sekiranya kapal induk Angkatan Laut Amerika Serikat telah ditenggelamkan, hal itu tidak akan membantu Jepang dalam jangka panjang.

Serangan ini membuat Amerika Serikat terlibat penuh dalam Perang Dunia II, mendorong pada kekalahan blok Poros sedunia. Saat mendengar bahwa serangan atas Pearl Harbor akhirnya telah melibatkan Amerika Serikat ke dalam peperangan, Perdana Menteri Britania Raya, Winston Churchill, menulis "Dengan emosi dan penuh perasaan yang puas, saya baring ke pembaringan dan tidur dengan tidur orang yang diselamatkan dan bersyukur". (Sir Winston Churchill – The Second World War, jilid 3, halaman 539)".

Sumber :
- http://www.history.com/topics/world-war-ii/pearl-harbor
- https://www.britannica.com/event/Pearl-Harbor-attack
- https://en.wikipedia.org/wiki/Attack_on_Pearl_Harbor
- http://www.history.com/this-day-in-history/pearl-harbor-bombed

Kamis, 19 Oktober 2017

Inilah Pekerjaan Yang akan Hilang Akibat "Disruption"

Rhenald Kasali

 

Mungkin Anda sempat menerima video tentang Google Pixel Buds. Wireless headphone seharga 159 dollar AS yang akan beredar bulan depan ini, dipercaya berpotensi menghapuskan pekerjaan para penerjemah.

Headphone ini mempunyai akses pada Google Assistant yang bisa memberikan terjemahan real time hingga 40 bahasa atas ucapan orang asing yang berada di depan Anda.

Teknologi seperti ini mengingatkan saya pada laporan PBB yang dikeluarkan oleh salah satu komisi yang dibentuk PBB – On Financing Global Opportunity – The Learning Generation (Oktober 2016).

Dikatakan, dengan pencepatan teknologi seperti saat ini, hingga tahun 2030, sekitar 2 miliar pegawai di seluruh dunia akan kehilangan pekerjaan. Tak mengherankan bila mulai banyak anak-anak yang bertanya polos pada orang tua, “mama, bila aku besar, nanti aku bekerja di mana?”

Otot Diganti Robot

Perlahan-lahan teknologi menggantikan tenaga manusia. Tak apa kalau itu membuat kita menjadi lebih manusiawi. Semisal kuli angkut pelabuhan yang kini diganti crane dan forklift.

Tak hanya di pelabuhan, di supermarket pun anak-anak muda beralih dari tukang panggul menjadi penjaga di control room. Itu sebabnya negara perlu melatih ulang SDMnya secara besar-besaran dan menyediakan pekerjaan alternatif seperti pertanian atau jasa-jasa lain yang masih sangat dibutuhkan.

Tetapi teknologi tak hanya mengganti otot. Manusia juga menggunakan teknologi untuk menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang berbahaya.

Di sini kita sudah melihat robot dipakai untuk memasuki rumah yang dikuasai teroris dan memadamkan api.

Sekarang kita mendengar tenaga-tenaga kerja yang bertugas di pintu tol akan diganti dengan mesin. Pekerjaan di pintu-pintu tol semakin hari memang semakin berbahaya, baik bagi kesehatan (asap karbon kendaraan), keamanan maupun kenyamanan (tak dilengkapi toilet).

Sehingga, memindahkan mereka ke control room atau pekerjaan lain tentu lebih manusiawi.

Tetapi, teknologi juga menggantikan jarak sehingga pusat-pusat belanja yang ramai dan macet tiba-tiba sepi karena konsumen memilih belanja dari genggaman tangannya dan barangnya datang sendiri.

Maka sejak itu kita menyaksikan pekerjaan-pekerjaan yang eksis 20 tahun lalu pun perlahan-lahan akan pudar. Setelah petugas pengantar pos, diramalkan penerjemah dan pustakawan akan menyusul.

Bahkan diramalkan profesi dosen pun akan hilang karena kampus akan berubah menjadi semacam EO yang mengorganisir kuliah dari ilmuwan-ilmuwan kelas dunia. Kasir di supermarket, sopir taksi, loper koran, agen-agen asuransi, dan sejumlah besar akuntan juga diramalkan akan berkurang.

Kita tentu perlu memikir ulang pekerjaan-pekerjaan yang kita tekuni hari ini.

Pekerjaan-pekerjaan Baru

Sebulan yang lalu, di Cambridge – UK, saya menerima kunjungan dari mentee-mentee saya yang sedang melanjutkan study S2. Salah satunya, Icha yang sedang duduk di program S2 bidang perfilman.

Saya pun menggali apa saja yang ia pelajari dan  rencana-rencana ke depan yang bisa dijembatani yayasan yang saya pimpin.

Icha bercerita tentang ilmu yang didapatnya.

“Kami disiapkan untuk hidup mandiri,” ujarnya.

“Masa depan industri perfilman bukan lagi seperti yang kita kenal. Semua orang kini bisa membuat film tanpa produser dan middlemanseperti yang kita kenal. Kami diajarkan menjadi produser indies, tanpa aktor terkenal dengan kamera sederhana, dan pasarkan sendiri via Netflix.

Ucapan Icha sejalan dengan Adam, putera saya yang sedang mengambil studi fotografi di School of Visual Arts, New York. Ia tentu tidak sedang mempersiapkan diri menjadi juru potret seperti yang kita kenal selama ini, melainkan mempersiapkan keahlian baru di era digital yang serba kamera.

Adam bercerita tentang arahan dosennya yang mirip dengan Icha di UK. “Sepuluh tahun pertama, jangan berpikir mendapatkan gaji seperti para pegawai. Hidup mandiri, membangun keahlian dan persiapkan diri untuk 20 tahun ke depan. Tak mau susah, tak ada masa depan,” ucapnya menirukan advis para dosen yang rata-rata karyanya banyak bisa kita lihat di berbagai galeri internasional.

Adam dilatih hidup mandiri, berjuang sedari dini dari satu galeri ke galeri besar lainnya. Dari satu karya ke karya besar lainnya.

Memang, pekerjaan-pekerjaan lama akan banyak memudar walau tidak hilang sama sekali. Seperti yang saya ceritakan dalam buku baru saya, Disruption, pada pergantian abad 19 ke abad 20, saat mobil menggantikan kereta-kereta kuda. Ribuan peternak dan pekerja yang menunggu pesanan di bengkel-bengkel kereta kuda pun menganggur. Namun pekerjaan-pekerjaan baru seperti montir, pegawai konstruksi jalanan, pengatur lalu lintas, petugas asuransi, dan sebagainya pun tumbuh.

Kereta-kereta kuda tentu masih bisa kita lihat hingga hari ini, mulai dari jalan Malioboro di Yogyakarta sampai di kota New York, Paris, atau London melayani turis. Tetap ada, namun tak sebanyak pada eranya.

Namun pada saat ini kitapun menyaksikan munculnya pekerjaan-pekerjaan baru yang tak pernah kita kenal 10-20 tahun lalu: Barista, blogger, web developer, apps creator/developer, smart chief listener, smart ketle manager, big data analyst, cyber troops, cyber psichologyst, cyber patrol, forensic cyber crime specialist, smart animator, game developer, smart control room operator, medical sonographer, prosthodontist, crowd funding specialist, social entrepreneur, fashionista and ambassador, BUMN v Developer, Cloud computing services, cloud service specialist, Dog Whisperer, Drone operator dan sebagainya.

Kita membaca postingan dari para bankir yang mulai beredar, sehubungan dengan tawaran-tawaran untuk pensiun dini bagi sebagian besar karyawannya mulai dari teller, sampai officer kredit.

Kelak, bila Blockchain Revolusion seperti yang ditulis ayah-anak Don-Alex Tapscott menjadi kenyataan, maka bukan hanya mesin ATM yang menjadi besi tua, melainkan juga mesin-mesin EDC. Ini tentu akan merambah panjang daftar pekerjaan-pekerjaan lama yang akan hilang.

Jangan Tangisi Masa Lalu

Di beberapa situs kita pasti membaca kelompok yang menangisi hilangnya ribuan atau bahkan jutaan pekerjaan-pekerjaan lama. Ada juga yang menyalahkan pemimpinnya sebagai masalah ekonomi.  Tentu juga muncul kelompok-kelompok penekan yang seakan-akan sanggup menjadi “juru selamat” PHK.

Namun perlu disadari gerakan-gerakan itu akan berujung pada kesia-siaan. Kita misalnya menyaksikan sikap yang dibentuk oleh tekanan-tekanan publik seperti itu dari para gubernur yang sangat anti bisnis-bisnis online.

Mungkin mereka lupa, dunia online telah menjadi penyedia kesempatan kerja baru yang begitu luas. Larangan ojek online misalnya, bisa mematikan industri kuliner dan olahan rumah tangga yang menggunakan armada go-food dan go-send.

Berapa banyak tukang martabak yang kini tumbuh seperti jamur di musim hujan, rumah makan ayam penyet dan pembuat sabun herbal yang juga diantar melalui gojek.

Sama halnya dengan menghambat pembayaran noncash di pintu-pintu tol, kita mungkin kehilangan kesempatan untuk memberikan pelayanan-pelayanan baru yang lebih manusiawi dan lebih aman.

Satu hal yang pasti, kita harus mulai melatih anak-anak kita menjadi pekerja mandiri menjelajahi profesi-profesi baru. Ketika mesin dibuat menjadi lebih pandai dari manusia, maka pintar saja tidak cukup.

Anak- anak kita perlu dilatih hidup mandiri dengan mental self-driving, self-power, kreatifitas dan inovasi, serta perilaku baik dalam melayani dan menjaga tutur katanya di dunia maya (yang sekalipun memberi ruang kebebasan dan kepalsuan).

Selasa, 10 Oktober 2017

The John Lawson House

Rumah berjuluk "The John Lawson House" terletak di Main Street History District, kawasan stasiun kereta New Hamburg, New York, Amerika Serikat. Rumah bergaya kuno ini didirikan pada tahun 1845. Tak lama setelah pembangunannya, terjadi kebakaran hebat di distrik tersebut yang menyebabkan hampir seluruh area tersebut menjadi abu. Rumah ini adalah salah satu yang bertahan membuatnya menjadi rumah bersejarah di kawasan tersebut.

Yang membuat John Lawson House menarik bukan hanya karena bangunannya yang tergolong bersejarah, namun karena manekin-manekin yang berada di rumah tersebut. Rumah ini memang tergolong aneh karena tidak ada seorang pun yang menghuninya selain manekin-manekin misterius.

Manekin-manekin tersebut memiliki kebiasaan ganjil karena terlihat berganti pakaian setiap hari. Manekin-manekin tersebut berkulit pucat dan mengenakan pakaian bergaya kuno. Menurut masyarakat setempat manekin-manekin tersebut telah berada di sana sejak seabad yang lalu dan tidak diketahui siapa yang memeliharanya.

Selain itu juga, manekin-manekin tersebut memiliki kebiasaan berganti posisi setiap harinya. Terkadang ditemukan duduk, berdiri, memegang kandang burung, memegang buku atau handuk atau menaruh benda-benda tersebut di pangkuan mereka. Para manekin itu biasa terlihat di teras depan rumah. Sementara itu, bila hujan turun anehnya tidak ada satu pun manekin yang terlihat berada di teras seperti biasanya.

Masyarakat setempat meyakini keberadaan manekin-manekin tersebut terkait dengan peristiwa kecelakaan kereta api pada tahun 1871 yang terjadi tak jauh dari John Lawson House. Pada musim dingin tahun 1871, dikisahkan terjadi kecelakaan kereta api yang menewaskan 22 orang penumpangnya. Hal ini pulalah yang diyakini mengapa kadang kala boneka-boneka tersebut terlihat menunjuk ke arah lokasi kecelakaan lebih dari seabad silam tersebut.

John Lawson House selalu tertutup. Sementara itu, jendela-jendela rumah semuanya tertutup oleh kain sehingga masyarakat setempat tidak dapat melihat ke dalam rumah. Pernah suatu ketika warga melihat setitik cahaya dari bagian dapur. Namun tak lama setelah itu, cahaya tersebut menghilang. Sejak lebih dari seabad yang lalu tidak ada yang pernah tahu siapa yang berada di rumah tersebut. Dan John Lawson House masih menyimpan misteri yang tak terpecahkan.

#Kratos

Selasa, 03 Oktober 2017

Letnan Kolonel Untung.


( POLITIK )

Dulu waktu putra saya masih SLTP setelah usai nonton FIlm G30 S PKI bertanya kepada saya “ Katanya PKI yang culik kok PKI seperti tentara? Saya hanya tersenyum mendapat pertanyaan itu. Sebisanya saya jelaskan bahwa PKI itu adalah partai Politik dan tentu namanya partai , ia berusaha merebut pengaruh di kalangan mana saja termasuk di Militer. Lantas mengapa akhirnya militer mau terlibat dalam operasi penculikan terhadap perwira TNI ? Kalaulah itu karena provokasi PKI, tentu mereka tidak akan menjadikan Perwira menjadi target untuk dibunuh. Tapi lawan politik seperti Masyumi. Mengapa ? ya karena masyumi merupakan rival keras PKI dalam setiap perjuangan merebut pengaruh politik. Militer sebagai institusi sangat beresiko di redam dengan penculikan dan pembunuhan. Apalagi kekuatan militer itu tersebar di seluruh Indonesia yang tidak mungkin bisa seketika di buat tunduk hanya karena pembunuhan para pemegang komando tertinggi.
Namun mungkin karena berita hoax yang sedemikian hebat di create oleh seseorang sehingga Soeharto sebagai pangkostrad segera menyimpulkan dalang penculikan Pati itu adalah PKI , yang kemudian kita kenal dengan peristiwa G30S. Dan sikap Soeharto ini langsung di manfaatkan oleh Masyumi yang walau sudah dibubarkan namun tokohnya tetap eksis dan gerakan dendam seperti api dalam sekam kapan saja bisa meledak, untuk mengganyang PKI yang merupakan musuh bebuyutan sejak negeri ini merdeka. Apalagi masyumi tahu pihak dibalik dekrit presiden Soekarno kembali ke UUD 45 dan pembubaran konstituante adalah PKI. Jadi hanya pemicu sedikit saja, sudah bisa menjadi ledakan besar. Soeharto yang juga aktifis dari Sekber Golkar memang punya agenda tersendiri bagaimana menggebuk kaum nasionalis kiri dan kanan agar dapat berkuasa dengan mudah. Caranya ya memanfaatkan situasi kacau dengan membenturkan kelompok kiri dan kanan. Dari benturan ini, maka PKI dijadikan pihak pecundang dalam kakacauan bau amis darah itu. Dan berikutnya setelah Soeharto berkuasa, kelompok kanan ( Islam ) juga digebuk. Setelah lemah maka dipreteli unsur kekuatanya dengan menyederhakan partai. Dan kemudian menetapkan azas tunggal Pancasila sesuai versinya.***
Sekarang kembali ke cerita awal, mengapa Tjkarabirawa yang merupakan bagian dari TNI mudah termakan issue bahwa ada dewan jenderal yang akan melakukan kudeta terhadap Soekarno dan sehingga sebagai Pasukan pengawal Presiden mau saja melakukan operasi pembunuhan anggota dewan jenderal tersebut ? Tentu Letnan Kolonel Untung sebagai komandan Tjakrabirawa bukan Perwira tolol yang gampang saja termakan issue. Untung mendapatkan penghargaan Bintang Sakti dari Presiden Soekarno. Dalam sejarah Indonesia, hanya beberapa perwira yang mendapatkan penghargaan ini dan Itu karena kemampunya menunjukan kelasnya sebagai perwira lapangan terbaik dalam setiap operasi militer. Seperti operasi mandala dibawah pimpinan Soeharto untuk merebut Irian Barat dan dibawah pimpinan Jenderal Ahmad Yani, dalam operasi penumpasan pemberontakan PRRI atau Permesta di Bukit Gombak, Batusangkar, Sumatera Barat, pada 1958. Karena kehebatanya itulah Untung dijadikan komandan Tjakrabirawa.
Di samping itu, LetKol Untung bukan hanya perwira yang buta tuli politik. Dia pernah di Batalion Sudigdo, yang markasnya berada di Wonogiri. Batalion ini yang berhasil di bina oleh PKI , dan akhirnya melakukan pemberontakan tahun 1948. Nah dengan catatan record nya seperti itu, pasti ada orang yang sangat dipercaya secara pribadi dan moral yang mampu meyakinkannya bahwa dewan jenderal itu memang ada dan targetnya menghabisi Soekarno. Dan kalau terjadi hal yang tidak di inginkan maka ia akan di lindungi. Dan itu kemungkinanya adalah Soeharto. Mengapa ?
Hubungan antara Soeharto dan Let kolonel Untung terjalin setelah Untung melarikan diri dari kejaran Pasukan Gatot Subroto karena terlibat pemberontakan PKI di Madiun dan kembali ke Solo. Tentu Soeharto tahu pasti bahwa Untung adalah buronan Gatot Subroto. Namun Untung bisa bergabung di Korem Surakarta dimana Soeharto sebagai Komandannya. Dan saat itulah nama aslinya yang tadinya Kusman berganti Untung. Belakangan ketika Soeharto menggantikan Gatot Subroto sebagai panglima Divisi Diponegoro , Untung juga dibawa Soeharto ke Semarang bergabung dalam Batalion 454 Kodam Diponegoro, yang lebih dikenal dengan Banteng Raiders. Ketika Soeharto menjabat Panglima Kostrad mengepalai operasi pembebasan Irian Barat, 14 Agustus 1962, Soeharto juga melibatkan Untung dalam Operasi Mandala itu.
Ketika Soekarno membutuhkan Pasukan pengawal presiden yang diberi nama Tjakrabirawa , Soeharto pula yang mengusulkan kepada Jenderal Ahmad Yani untuk menjadikan anggota Batalion Banteng Raiders sebagai pasukan Tjakrabirawa dimana Let Kolonel Untung sebagai komandannya. Dan Ketika Untung menikah, Soeharto bersama ibu Tien hadir. Siapa yang paling masuk akal meyakinkan Untung untuk melakukan operasi penculikan dewan jenderal itu ? silahkan jawab sendiri. Artinya memang benar bahwa Untung terlibat pasti G30S dan PKI memang terlibat memprovokasi secara tidak langsung dengan issue dewan jendral yang akan kudeta. Tapi apakah benar perintah pembunuhan itu ada ? Siapa the man behind the gun ? inilah awan gelap. Mengapa ? Lettu Doel Arif Sebagai komandan Pasukan Pasopati yang menjadi operator lapangan penculikan itu sampai kini tidak tahu rimbanya dan tidak pernah bersaksi di pengadilan.
Yang jelas bila ada kelompok Islam yang sampai kini masih membenci PKI itu karena dendam masalalu. Ya karena ulah PKI lah dewan konstituante yang akan menjadikan pancasila bersyariah gagal, dengan keluarnya dekrit Presiden kembali ke UUD 45 dan Pancasila. Biarlah nanti waku yang akan mengungkapkan sejarah itu...Tugas kita belajar dari pengalaman masalalu bahwa apapun aksi bau amis darah demi kekuasaan harus dihentikan. Kalau inginkan kekuasaan maka tempulah jalur konstitusi lewat demokrasi. Ujilah aksetablitas dihadapan rakyat dan bila menang gunakanlah amanah itu dengan baik , dan bila kalah bersabarlah. Karena kekuasaan itu milik Tuhan dan Tuhan akan memberikan kekuasaan itu kepada yang Dia suka. Apapun itu pemimpin terpilih adalaj takdir kita bersama sama untuk menerima kenyataan dengan lapang hati dan utamakan damai walau itu pahit.

Sumber : Diskusi Dengan Babo

Sabtu, 30 September 2017

KENAPA SOEHARTO TIDAK MENCEGAH G30S ? PADAHAL DIA PANGKOSTRAD..!!


.
PERAN Soeharto dalam Gerakan 30 September (G30S) 1965 ternyata cukup besar. Hal ini terungkap dari sejumlah kesaksian para pelaku dan mereka yang tersangkut dalam peristiwa tersebut.

Menurut kesaksian Wakil Komandan Bataliyon 530/Para/Brawijaya Mayor TNI (Purn) Soekarbi pada 21 September 1965, dirinya menerima radiogram dari Panglima Kostrad (Pangkostrad) Mayjen Soeharto.

Radiogram itu bernomor 220 dan 239 tertanggal 21 September 1965. Isinya adalah perintah agar Yon 530/Para Brigade 3/Brawijaya menyambut HUT ke-20 ABRI pada 5 Oktober 1965 di Jakarta dengan perlengkapan tempur garis pertama.
Setelah dilakukan persiapan sesuai perintah dalam radiogram, pasukan diberangkatkan dengan kendaraan organik dan kereta api dalam tiga gelombang, mulai tanggal 25, 26, dan 27 September 1965.

Soekarbi saat itu memimpin keberangkatan pasukan gelombang ketiga dari Madiun dengan kereta api. Panglima Kodam Brawijaya saat itu adalah Mayjen Basoeki Rachmat.
Setibanya di Jakarta, seluruh pasukan berkumpul di Kebon Jeruk. Pasukan yang telah berkumpul saat itu adalah Yon 454/Para/Diponegoro dan Yon 328/Para/Siliwangi. Pada 29 September 1965, seluruh pasukan sudah berada di Mangkostrad.

Saat itu, pasukan tempur ini diinspeksi oleh Kepala Staf Kostrad Brigjen Kemal Idris, serta para asistennya seperti Kolonel Yoga Sugama, Asisten 2 Kolonel Wahono, dan Asisten 3 Kolonel Sruhardojo.

Pagi hari tanggal 30 September 1965, seluruh pasukan ditambah unsur Kostrad sudah berkumpul di luar Stadion Senayan untuk latihan upacara. Inspektur upacara saat itu adalah Pangkostrad Mayjen Soeharto.

Setelah melakukan latihan upacara, para pasukan dikembalikan ke Kebon Jeruk. Sore harinya, semua Dan Ton dikumpulkan di aula pertanian Kebon Jeruk dan dibriefing oleh Dan Yom 530 Mayor Bambang Soepeno.

Isi briefing itu adalah, Ibu Kota Jakarta dalam keadaan gawat, demikian juga keadaan Pangti ABRI. Kedua, ada kelompok Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta terhadap Pemerintahan RI yang sah.
Pukul 11 malam, satu kompi Yon 530 yang dipimpin Lettu Mohamad Saleh dan Resimen Cakrabirawa meninggalkan ruang briefing. Pukul 12 malam, briefing selesai. Pukul 2 pagi tanggal 1 Oktober 1965, Soekarbi memimpin pasukan menuju Kompleks Monas.

Di Kompleks Monas, kedudukan pasukan Soekarbi berada tepat di depan Istana Negara. Para pasukan inilah yang kemudian dikenal dengan pasukan liar atau tidak dikenaml saat terjadinya G30S.

Untuk itu Soekarbi membantah jika kemudian pasukannya dibilang liar. Sebab sedari awal mereka datang atas perintah Pangkostrad Mayjen Soeharto dan saat berada di Monas pasukannya sering keluar masuk Makostrad.
Pagi hari jam 8, Soekarbi bertemu Pangkostrad Mayjen Soeharto dan melaporkan semua kegiatannya, termasuk hasil briefing dengan Mayor Bambang Soepeno yang menyatakan negara dalam keadaan darurat dan akan terjadi kudeta.

Namun Soeharto menjawab kabar itu tidak benar dan situasi aman terkendali. Padahal, pukul 2 pagi tanggal 1 Oktober 1965, G30S sudah bergerak melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap enam orang jenderal dan seorang perwira pertama.
Pertanyaannya kemudian adalah apakah Soeharto tidak mengetahui hal itu? Sehingga dia mengatakan kepada seluruh pimpinan pasukan yang ada di Jakarta keadaan aman terkendali tanpa melakukan upaya pencegahan? Hal ini diragukan Soekarbi.

Menurut Soekarbi, Soeharto mengetahui adanya gerakan itu. Tetapi tidak melakukan pencegahan. Begitupun dengan Kodam Jaya. Apalagi jauh hari sebelumnya, Soeharto telah diberitahu Kolonel Latief akan kudeta Dewan Jenderal dan operasi militer.
Saat berada di Rumah Tahanan Militer (RTM) Salemba, Soekarbi mengaku bertemu Kolonel Latief. Saat itu Latief bercerita tanggal 28 September 1965, dirinya menemui Soeharto untuk menceritakan situasi yang terjadi.

Namun Soeharto diam, tidak berkomentar. Baru kemudian hari, Soeharto menangkap Latief. Penulis Cornell Paper Profesor Ben Anderson mengatakan, ada sejumlah alasan kenapa Soeharto diam saat mendengar keterangan Latief.

Secara Machiavelis, Soeharto beranggapan ada baiknya jika Achmad Yani dan Nasution disingkirkan. Soeharto menyimpan dendam kepada Nasution karena pernah dicopot dari Pangdam Diponegoro dengan alasan melakukan penyelundupan.
Begitupun dengan Yani, Soeharto tidak suka Yani karena dia merasa lebih senior. Pertanyaannya kemudian adalah kenapa para pelaku penculikan dan pembunuhan para jenderal itu adalah orang-orang dekat Soeharto?

Hubungan Soeharto dengan Kolonel Latief sudah seperti saudara. Latief mengenal Soeharto dan istrinya Ibu Tien sejak tahun 1948 sewaktu gerilya di Yogyakarta. Begitupun dengan Letkol Untung, hubungan mereka sangat baik.
Saat Untung menikah, Soeharto lah yang membiayai seluruh biaya pernikahannya. Namun belakangan Soeharto lah yang menangkap dan membunuh Untung. Ben menduga, hal ini seperti permainan catur yang mengorbankan prajurit pada awal permainan.

Profesor Peter Dale Scott dalam analisanya beranjak lebih jauh. Dia menyatakan G30S atau Gerakan September Tiga Puluh (Gestapu)* merupakan pintu masuk bagi Soeharto untuk menghancurkan golongan kiri dan mendongkel Soekarno.
Menurutnya, dari awal Soeharto sudah mengetahui bahwa penculikan dan pembunuhan enam orang jenderal itu dilakukan oleh pasukan-pasukan yang berhubungan dengan Untung, karena pasukan itu berada di bawah kepemimpinannya.
Jadi, apapun alasan dan motivasi oknum-oknum perorangan dalam peristiwa itu menurutnya munafik, dan janggal karena sudah dirancang oleh Soeharto. Seperti keputusan tidak menjaga sisi Timur tempat markas Kostrad misalnya.
Menurutnya, hal ini konsisten dengan putusan G30S bahwa hanya para jenderal Mabes AD yang akan dijadikan sasaran. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada yang menghalangi pengambil alihan kekuasaan oleh Soeharto.

Kejanggalan lain adalah pengumuman Dewan Revolusi yang tidak mengikutsertakan Soekarno. Menurutnya hal ini merupakan dalih Soeharto untuk berpura-pura melindungi Soekarno yang pada hakikatnya mencegah Soekarno kembali memimpin.

Begitupun dengan dipilihnya sarang G30S yang di Halim Perdana Kusuma. Hal itu untuk menutupi kecurigaan pembunuhan yang dilakukan pasukan di bawah komandonya, dan melimpahkannya kepada AURI dan personel Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pasukan yang sama juga berada di Jawa Tengah. Diketahui bahwa batalion yang memberi pembekalan kepada kompi-kompi pemberontak dan yang menumpasnya adalah sama. Batalion itu berada di bawah kuasa Pangkostrad.

Siauw Giok Tjhan dalam catatan penjara Orde Baru menceritakan, beberapa jam sebelum G30S terjadi Kolonel Latief kembali menemui Soeharto dan melaporkan akan dilakukan penculikan para anggota Dewan Jenderal malam itu.
Namun hingga G30S dilancarkan, Soeharto tetap diam dan tidak mengambil tindakan pencegahan. Padahal, harusnya dia melaporkan apa yang diketahuinya itu kepada atasannya Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal Nasution.

Pertemuan Latief dan Soeharto malam itu disaksikan oleh Mayor Suradi. Menurut Suradi, dia menemani Latief menemui Soeharto di RSPAD. Dia mendengar Latief melaporkan bahwa nanti malam akan ada gerakan menculik para jenderal.

Banyak para perwira menengah dan tinggi ABRI diadili dan ditahan dengan tuduhan terlibat dalam G30S hanya karena mereka dinyatakan mengetahui tentang keberadaan Dewan Jenderal, tetapi tidak memberitahukan atasannya.

Salah satu contohnya adalah Komodor Suradi, Panglima Maritim Kepulauan Riau. Dia dijatuhi penjara 18 tahun karena tidak melaporkan keberadaan Dewan Jenderal yang diketahui dari seorang bawahannya ke atasannya.

Contoh lainnya adalah Brigadir Jenderal Polisi Suwarno. Dia dijatuhi hukuman karena tidak melaporkan atasannya karena keberadaan Dewan Jenderal dan tidak berupaya mengambil tindakan terhadap Dewan Jenderal.
Pertanyaannya kemudian adalah, kenapa tidak ada konsekuensi hukum atas diamnya Mayjen Soeharto? Sampai di sini bahasan Cerita Pagi diakhiri. Semoga memberikan manfaat dan menambah khazanah pengetahuan pembaca.

*Prof Benedict Anderson mempunyai kesan bahwa singkatan Gestapu itu sendiri merupakan satu alasan lain dengan menganggap bahwa Gestapu adalah buatan Amerika Serikat. Kata Gerakan September Tiga Puluh sendiri terdengar janggal dalam bahasa Indonesia. Hal ini sama dengan mengatakan Teenth Four (Mei Sepuluh Empat) sebagai ganti May Four Teenth (Empat Belas Mei).
.
.
Sumber Tulisan:
Siauw Giok Tjhan, G30S dan Kejahatan Negara, Ultimus, Cetakan Pertama, Oktober 2015
Pater Dale Scott, Amerika Serikat dan Penggulingan Soekarno 1965-1967, Vision 03, Cetakan Kedua September 2003.
Eros Djarot, Siapa Sebenarnya Soeharto, Fakta dan Kesaksian Para Kesaksian Para Pelaku Sejarah G30S/PKI, MediaKita, Cetakan ke-13, 2008.

Jumat, 29 September 2017

Cerita Ketut Polos Dikejar Awan Panas Saat Erupsi Gunung Agung 1963.

"Saya masih berusia 11 tahun waktu Agung meletus tahun 1963. Waktu itu siang hari dan saya lagi bermain di sawah menemani Bapak yang bertani," kata Ketut.

Suara menggelegar dari Gunung Agung membuat ayah dari Ketut berlari dan menarik lengannya. Ketut diajak berlari ke arah rumah lebih dahulu untuk mengajak anggota keluarga yang lain.

"Lari! Lari! Nggak lama belum sampai rumah itu abu pekat sangat tebal turun. Saya kesulitan bernafas dan mata saya pedih sekali sampai hampir tak bisa melihat. Waktu itu rumah orangtua 3 Km dari kawah, rumah yang sama dengan yang saya tempati sekarang. Tapi saya tinggal karena harus mengungsi," ujar kakek berusia 65 tahun itu.

Tak butuh waktu lama untuk hujan abu vulkanik menumpuk di tanah hingga setinggi kurang lebih 30 Cm.

"Pas lari ke arah Bangli itu, saya lihat awan hitam besar sekali. Begitu cepat sampai saya lihat orang-orang ada yang tertelan awan hitam itu. Saya masih ingat teriakan mereka yang tertelan awan itu, sangat mengerikan," ucap Ketut.

Horor yang dirasakan Ketut tidak berhenti dari situ, ketika mereka berhasil selamat dari awan vulkanik, mereka dihadapkan dengan aliran lahar panas.

"Lari ke arah Bangli itu lewat bukit dan hutan sama sungai. Waktu mau menyeberang sungai, itu sudah penuh sama lahar, dalam sekali. Akhirnya sama Bapak dibuatkan alas kaki dari kayu, kita langsung menyeberang, sangat panas, saya pikir saya akan mati di situ tapi saya selamat," ungkap Ketut.

Menurut Ketut, siang hari berubah menjadi malam dalam waktu hanya beberapa menit ketika #GunungAgung meletus pada tahun 1963. Matahari tidak terlihat selama 6 bulan lamanya dan Ketut mengungsi di sebuah desa kecil di #Bangli selama satu tahun.

"Satu tahun itu tidak berhenti-berhenti. Abu, nggak ada matahari, gagal panen, kelaparan, tidak ada air bersih. Sangat mengkhawatirkan dan menakutkan," pungkas Ketut.

Ketut menyatakan banyak korban berjatuhan karena tidak ada warga yang mengungsi seperti sekarang. Pemerintahan saat itu juga tidak sereaktif seperti sekarang.

"Karena waktu itu tidak ada yang datang bilang gunung mau meletus. Yang ada tokoh-tokoh adat menjelaskan kenapa banyak sekali gempa di gunung, lalu warga hanya sembahyang saja minta keselamatan tapi tidak mengungsi," papar Ketut.

"Kalau sekarang saya merasa lebih aman. Pemerintah sama Desa Adat sudah jauh-jauh hari kasih tahu. Keluarga saya pasti selamat dan nggak harus alami yang sama dengan saya waktu 1963," pungkasnya.

#karangasem #erupsi #gempa

#sejarah #bali #sejarahbali

www.sejarahbali.com | follow ig @sejarahbali | line: sejarahbali

Sumber: detik.com

Kamis, 28 September 2017

A Gleam of Light in Indonesia?


Mungkin ini adalah keusilan terakhir ngegodain hantu beliau, moga-moga arwahnya tenang. Dan kita semua insaf selepas bulan ini. Masalah masih ada yg histeris dan ngefans atas sepak-depak-toyor-popor-terjang-tendang-kemplang beliau sebenernya sih sah-sah saja, negara kita adalah negara demokratis, ya toh?

Seminggu inipun banyak kawan-kawan lama yg secara terang-terangan atawa malu-malu masih ngarep bengsin jadi gopek. Menurut mereka, jaman tentara, bossnya bisa ngatur perekonomian sebegitu heimat dan heibat di jaman Rust en Orde, ya gapapa, mungkin emang sekarang ngerasa jamannye susah, anak banyak, kerjaan ngadat, cicilan motor makin keparat (padahal jaman dulu boro-boro  boleh mindring). Dan dari serangkaian debat di samping pak kusir yg sedang bekerja supaya baik jalannya itu, ada yg mentah-mentah nolak buku-buku macem Budhe McVey atawa Pakdhe Kahin, mereka bilang:

"GAK BISA! KAN SEJARAHNYA UDAH DITULIS NEGARA! BUKU-BUKU LUAR CUMA PROPAGANDA" [njir]

Ya uwiiis.. ssstt... Aja nesu masnya.. mbaknya..

Tepat seperti ungkapan seorang kawan, dalam sejarah, tak ada yg perlu diluruskan, sahaya mengamini, karena biarlah kebenaran itu akan menemukan jalannya sendiri, bukan berarti catatan itu buram, tapi semua tokoh punya andil pada masa itu. Entah jadi antagonis, protagonis, cameo, burung beo, mbalelo, semua tergantung berat kemana kita ngeliat. Masalahnya disini kita masih melihat sejarah itu seperti drama, kita ruwat manisnya namun kita helat pait-paitnya. Jadilah kita bingung sendiri, padahal kalo kita liat faktor yg paling penting adalah bagaimana kekuasaan itu dipakei buat depak-sepak-toyor-popor-kemplang-hilang pada masyarakat yg mengkritisi hal-hal yg tidak baik.

Dalam puak masyarakat yg tidak banyak membaca tentang sejarah penindasan, penghisapan dan pembodohan ada sebentuk kekaguman akan romantika dan euphoria genosida, mereka menghalalkan penghapusan manusia karena figur seorang jendral murah senyum kebapakan (that smile.. that goddamn smile!) yg menjadi pemenang dalam bab Bharatayudha. Seorang raja yg melanjutkan revolusi dengan moncong senapan. Hidup jadi sedemikian aman. Sehingga mereka terlena akan marabahaya yg tak nampak di pelupuk mata. Dan kita tau, inilah masanya.

Kelucuan-kelucuan itu salah satunya si sipil ngimpi maen abri-abrian, menjual deretan nama jendral-jendral untuk meluluskan kepentingan. Marak terjadi waktu itu --mungkin sampe sekarang-- sosok dalam angkatan menjadi begitu berperan untuk bisnis yg berkelangsungan, walhasil garda negara itu bukanlah mereka yg menjaga keselamatan bangsa tetapi digunakan pangkatnya seperti centeng jaman Belanda. Kita dididik menjadi masyarakat apolitis. Mencetak jago-jago nepotis.

Adakah secercah cahaya di Indonesia? Ketika kita begitu takut berpolitik? ketika begitu takut akan suatu kebenaran? Ketika kita begitu picik akan keadilan? Ketika kita nyaman akan pembodohan? Dan gemar maen abri-abrian?

Tidakkah takut pada anak-cucumu? Kau didik pada kesumat palsu dan melepasnya di masyarakat, mempertahankan kebohongan-kebohongan dan meludahi pelajaran. Kau apatis akan kecerdasan generasi dan terlalu asyik bersolek diri. Menjadi priyayi-priyayi. Mencibir yg korupsi. Geram pada kolusi. Tetapi lalai membentuk jati diri.

Dan enteng menuduh kawan-kawanmu yg mencari bukti adalah bagian dari PKI.

SINTING!

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=148295872439113&id=100017761029412